Sore hari keadaan kampus masih saja ramai, Dinar duduk disalah satu gajebo yang ada di pinggiran lapangan basket. Mata gadis itu nampak memperhatikan sesuatu.
"Nar, ngeliatin apa sih ?" Rona datang membawakan dua gelas ice cappucino. Rencananya mereka berdua mau kerja kelompok, mengerjakan tugas mata kuliah statistika dasar yang harus dikumpul besok.
Dinar tampak malu-malu dan menggeleng pelan. Matanya kembali terfokus ke arah layar laptop. Rona mengikuti arah mata Dinar tadi, lalu gadis itu tertawa.
"Halah sok ngeles lagi, pasti lo ngeliatin kak Tyo kan ?" tembak Rona dan semakin membuat wajah Dinar bersemu merah.
"Yakali lo udah tau gue Ron", akhirnya Dinar mengakui.
"Terus?" Tanya Rona sambil menyeruput ice cappucino yang ia beli tadi.
"Terus apanya ?" Dinar menatap Rona bingung, dan akhirnya dua sahabat itupun bertatap-tatapan.
"Lo mau diem gini aja Nar ? Nggak mau berusaha maju gitu ngedeketin Kak Tyo ?" Rona paham betul bagaimana sahabatnya yang satu ini begitu menyukai kakak tingkat satu jurusan mereka-Kak Tyo-. Sejak pertama kali mereka menginjakkan kaki di kampus ini, Dinar sudah bercerita panjang lebar bagaimana ia kagum dengan karisma kakak tingkat mereka itu, bagaimana Kak Tyo begitu lembut, ketika secara tak sengaja Dinar berhasil mengobrol dengan Kak Tyo. Dan sejak saat itu, hati Dinar sudah tertambat untuk Kak Tyo.
Dinar mengambil gelas cappucino miliknya. "Terus lo mau gue ngapain Rona ? Ngejar-ngejar dia gitu kayak cewek-cewek lain ?" Memang banyak selain Dinar yang juga menyukai Kak Tyo, bahkan ada yang sampai terang-terangan PDKT sama dia, yang menurut Rona dan Dinar itu adalah hal paling menjijikkan. Gimana nggak, ngejar-ngejarnya itu terlalu berlebihan banget dan nggak banget kalau cewek harus ngelakuin itu.
Untung sahabatnya yang satu ini bukan tipikal cewek gila kayak gitu. Dinar cukup kalem, bahkan sangking kalemnya dia cuma bisa diam dengan perasaan yang dia punya buat Kak Tyo. Maksud Rona, seharusnya Dinar nggak sepasif ini kalo dia beneran suka sama Kak Tyo, seenggaknya berusaha membuka obrolan lewat chatting, bbm, atau sms-an kek.
"Yah setidaknya lo maju Nar, nggak diam ditempat kayak gini. Lo nungguin apa ? Kak Tyo kan juga udah tau sama lo", Rona berusaha meyakinkan sahabatnya itu untuk maju.
Dinar terdiam. "Gue cuma takut Ron. Gue nggak berani."
"Apa yang lo takutin ?" Suara Rona melembut. Ia tau bagaimana sahabatnya itu. Dinar orang yang sangat susah jatuh cinta, dan jika ia sudah jatuh pada satu orang, dia akan jatuh untuk selamanya. Dan Rona nggak mau Dinar jatuh terlalu dalam sementara tidak ada sedikitpun keberanian untuk membawa perasaannya itu ke permukaan.
"Gue takut aja dia ilfeel sama gue. Maksud gue, ketika tiba-tiba gue ngedeketin dia, terus dia mikir 'apasih ini cewek' gitu, gimana ? Gue nggak punya cukup keberanian Rona", jawab Dinar lemah.
"Memang. Lo nggak punya cukup keberanian untuk mencintai orang lain." Rona mengalihkan pandangannya ke layar laptop.
"Gue nggak cinta Ron", elak Dinar.
"Lo itu sedang berusaha mencintai dia Nar, tapi semua itu terhalang sama ketakutan lo sendiri. Lo bingung, lo plin plan. Lo mau maju tapi takut, sedangkan lo juga gak mau mundur, makannya lo diem kayak gini."
Dan perkataan Rona tepat sekali mengenai hati Dinar. "Beri tau gue Ron, beri tau gue supaya gue nggak berhenti suka sama dia, supaya gue nggak berhenti berusaha mencintai dia."
Rona menatap sahabatnya itu, sudut mata Dinar terlihat berair. "Dinar sayang, suka sama orang, cinta sama orang itu lo harus berani. Lo harus berani maju, kalo nggak lo harus mundur. Kalo lo cuma diem, yah ujung-ujungnya lo bakalan keluar dan mundur juga kan. Kalaupun lo mundur, setidaknya lo mundur karena lo udah maju Nar", Rona mengamati raut wajah Dinar. "Ngerti maksud gue?"
Dinar mengangguk dan menunduk. "Tapi lo tau kan Kak Tyo orangnya gimana, Demi Tuhan dia terlalu sempurna buat gue Ron."
"Dan karena pandangan lo kayak gitu yang membuat lo nggak berani maju untuk dia kan ? Lo nggak percaya diri. Lo anggap diri lo nggak sesempurna dia." Rona terdiam sejenak. "Demi Tuhan Dinar, lo salah besar. Lo itu sempurna Nar, sempurna karena lo menganggap diri lo nggak sempurna." Rona berusaha membesarkan hati sahabatnya itu. Rona kenal Dinar. Dinar yang begitu sempurna dengan kemurahan hati yang dia punya, dan nggak seharusnya dia ngerasa dia nggak sempurna, karena sesungguhnya kesempurnaan itu juga nggak pernah ada.
"Dinar, lo harus yakin sama diri lo sendiri. Mencintai seseorang itu emang gitu, penuh risiko." Rona menutup ceritanya dengan sebuah pelukan hangat untuk Dinar, berharap sahabatnya itu tetap memperjuangkan perasaan yang ia punya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar