Hari ini merupakan sore yang melelahkan bagi ku, untuk yang kesekian kalinya. Bekerja dengan bos yang super ambisius benar-benar menguras tenaga ku. Ya, sejak masuk kantor pukul 08.00 tadi pagi, aku tak henti-hentinya merevisi proposal-proposal penawaran tender client yang masuk di email ku. Selesai satu, masuk lagi yang satunya. Dan aku akan bersedia pergi meninggalkan meja kerja ku ini hanya jika aku benar-benar merasa kelaparan dan harus pergi ke toilet. Oh ini benar-benar pekerjaan yang melelahkan. Aku bangkit dan memutar badan untuk merelaksasikan urat-urat yang mungkin sudah tegang sekian jam hari ini. Pandangan ku tertuju pada salah satu meja kerja yang tak jauh dari meja kerja ku. Seorang laki-laki yang sedang serius menekuni laptopnya, yang setiap saat harus menaikkan kembali gagang kacamata yang menurun akibat terlalu menunduk itu. Ah betapa ingin aku membantunya untuk membetulkan kembali letak kacamatanya.
Aku beranjak dari kursi dan berjalan perlahan mendekati meja kerja nya. Hmm, nampaknya dia masih terlalu asyik dengan pekerjaannya sehingga tidak menyadari keberadaanku. Tiba-tiba terlintas pikiran jahil dalam otak ku. Aku tersenyum dan dengan sigap menutup laptop yang sedari tadi menjadi mainannya.
Dia nampak sangat terkejut.
"DERA !", pekiknya.
Aku tak mengira dia akan bereaksi seperti itu. Aku tertawa. "Hehee. Maaf yaa Wo, aku kan cuma mau bikin kamu sedikit relaks aja. Habisnya dari tadi aku liat kamu tegang banget sama pekerjaan mu itu ", ucapku seraya kembali membuka laptopnya. "Lagian nih, kacamata kamu ntar bisa tambah tebal lho kalo kamu terus-terusan ... ".
"Dera, ini sama sekali tidak lucu! ", dia menepis tangan ku yang mencoba kembali menghidupkan laptopnya. "Kamu tau tidak kerjaan yang sedang saya kerjakan sekarang ini bener-bener penting ? Dari pagi tadi saya mencoba fokus dengan pekerjaan saya ini, tidak istirahat dan tidak sedetik pun beralih dari laptop saya cuma buat ngerjain kerjaan ini ", tandasnya.
Aku tertegun. Memang aku sering sekali menganggu nya dengan segala bentuk kejahilan ku, tapi tidak pernah aku mendapatkan reaksi seperti ini dari dia, sebelumnya. Setiap ku ganggu, dia tidak pernah bereaksi apapun. Hanya tersenyum sekilas dan kemudian kembali menekuni pekerjaannya.
"Aku bener-bener minta maaf Wo. Gak maksud apa-apa kok", ucapku pelan. Aku tak enak hati.
"Sudahlah.. Kamu memangnya tidak bisa ya cukup fokus mengerjakan pekerjaan kamu tanpa bisa satu hari saja tidak mengganggu saya ? Tidak bisa ya ? Saya sudah cukup sabar selama ini dengan segala bentuk kejahilan yang kamu lakukan, yang menurut saya tidak pada tempatnya. Asal kamu tahu ya, saya risih", tegasnya dengan suara berat, pertanda dia memang benar-benar tidak suka.
Aku memandangnya dengan perasaan entah apa. Entah kenapa perkataannya barusan sangat menohok hati. Terlebih pandangan rekan kantor yang menatap kami tidak suka karena berhasil membuat keributan yang mungkin memecah konsentrasi mereka.
Aku menatapnya yang masih tak bergeming dan kembali melanjutkan pekerjaannya. "Well. Saya tidak akan mengganggu anda lagi saudara Dewo ". Tanpa ku sangka mata ku mulai memanas. Jika aku tidak segera kembali ke meja kerja ku, mungkin air mata ini akan jatuh tepat dihadapannya.
Aku beranjak dari kursi dan berjalan perlahan mendekati meja kerja nya. Hmm, nampaknya dia masih terlalu asyik dengan pekerjaannya sehingga tidak menyadari keberadaanku. Tiba-tiba terlintas pikiran jahil dalam otak ku. Aku tersenyum dan dengan sigap menutup laptop yang sedari tadi menjadi mainannya.
Dia nampak sangat terkejut.
"DERA !", pekiknya.
Aku tak mengira dia akan bereaksi seperti itu. Aku tertawa. "Hehee. Maaf yaa Wo, aku kan cuma mau bikin kamu sedikit relaks aja. Habisnya dari tadi aku liat kamu tegang banget sama pekerjaan mu itu ", ucapku seraya kembali membuka laptopnya. "Lagian nih, kacamata kamu ntar bisa tambah tebal lho kalo kamu terus-terusan ... ".
"Dera, ini sama sekali tidak lucu! ", dia menepis tangan ku yang mencoba kembali menghidupkan laptopnya. "Kamu tau tidak kerjaan yang sedang saya kerjakan sekarang ini bener-bener penting ? Dari pagi tadi saya mencoba fokus dengan pekerjaan saya ini, tidak istirahat dan tidak sedetik pun beralih dari laptop saya cuma buat ngerjain kerjaan ini ", tandasnya.
Aku tertegun. Memang aku sering sekali menganggu nya dengan segala bentuk kejahilan ku, tapi tidak pernah aku mendapatkan reaksi seperti ini dari dia, sebelumnya. Setiap ku ganggu, dia tidak pernah bereaksi apapun. Hanya tersenyum sekilas dan kemudian kembali menekuni pekerjaannya.
"Aku bener-bener minta maaf Wo. Gak maksud apa-apa kok", ucapku pelan. Aku tak enak hati.
"Sudahlah.. Kamu memangnya tidak bisa ya cukup fokus mengerjakan pekerjaan kamu tanpa bisa satu hari saja tidak mengganggu saya ? Tidak bisa ya ? Saya sudah cukup sabar selama ini dengan segala bentuk kejahilan yang kamu lakukan, yang menurut saya tidak pada tempatnya. Asal kamu tahu ya, saya risih", tegasnya dengan suara berat, pertanda dia memang benar-benar tidak suka.
Aku memandangnya dengan perasaan entah apa. Entah kenapa perkataannya barusan sangat menohok hati. Terlebih pandangan rekan kantor yang menatap kami tidak suka karena berhasil membuat keributan yang mungkin memecah konsentrasi mereka.
Aku menatapnya yang masih tak bergeming dan kembali melanjutkan pekerjaannya. "Well. Saya tidak akan mengganggu anda lagi saudara Dewo ". Tanpa ku sangka mata ku mulai memanas. Jika aku tidak segera kembali ke meja kerja ku, mungkin air mata ini akan jatuh tepat dihadapannya.
Aku memutuskan untuk kembali menatap layar laptop ku agar keadaan kembali seperti semula. Agar semua rekan kerja ku berhenti menatap ku dan kembali pada pekerjaan mereka masing-masing. Aku melihat keyboard laptop ku mulai basah. Air mata yang sedari tadi hanya tergenang di pelupuk mata ku, tanpa bisa ku tahan akhirnya pun mulai berjatuhan.
Ini entah apa namanya. Perkataan nya barusan memang sangat wajar dia ucapkan jika dia benar-benar tidak suka. Tapi jauh di dalam hati ini seakan ada yang terluka. Apa dia tidak menyukaiku ? Apa dia tidak menyukai kehadiranku ? Tapi aku menyukainya. Aku benar-benar menyukainya. Segala bentuk kejahilan yang ku lakukan selama ini tak lebih hanya sekedar ingin mencari perhatiannya. Aku datang lebih awal ke kantor dan duduk di lobby kantor hanya untuk menunggu kedatangannya dan berjalan mengikutinya dari belakang. Aku tidak istirahat dan tetap berdiam di meja kerjaku hanya untuk memperhatikannya yang juga tetap berada di mejanya. Aku tetap bertahan di kantor dengan bos yang super ambisius ini juga hanya agar bisa tetap melihatnya. Betapa keterlaluannya dia yang telah mengatur otak dan hati ku menjadi seperti ini.
Aku tersadar dan ku dapati air mata yang mengalir di pipiku telah mengering seiring aku mengetik entah apa pada layar laptop ku ini. Ku tarik nafas dan menepuk-nepuk pipi mencoba mengendalikan alam bawah sadar ku. Aku tidak bisa berlama-lama ada disini, tanpa ku sadar, hatiku sudah penuh sesak. Percakapan tak lebih dari 5 menit tadi sudah cukup untuk mengobrak-abrik seluruh konsentrasiku. Aku menutup layar laptop dan segera membereskan berkas-berkas yang berserakan di atas meja. Untungnya jam sudah menunjukkan pukul 05.00 sore, itu berarti jam kerja sudah berakhir. Aku bangkit dari kursi dan mendapati sebagian besar rekan kerja ku yang masih berkutat dengan laptop mereka.
Aku memandang kesal. Memandang mereka semua seperti mesin pekerja yang mau-maunya dipermainkan oleh uang. Aku melangkah keluar meninggalkan meja dan melewati meja kerjanya. Entah dorongan darimana yang menghentikan ku tepat di depan meja kerja itu. Aku meliriknya yang masih tak bergeming bahkan hanya untuk menyadari aku melewati meja kerjanya. Cukup Dera, sudah cukup ! Aku mempercepat langkah menuju basement kantor tempat mobil ku terpakir. Di dalam mobil aku menangis sejadi-jadinya untuk membuang segala sesak yang dari tadi memenuhi rongga hatiku.
Memang, memang ini tidak untuk dikatakan. Bukankah tidak semua cinta menuntut untuk diungkapkan ? Mungkin hati ini terlalu perasa dan pemaksa. Hati ini terlalu manja, lalu berusaha mencari pegangan yang kuat untuknya bisa merasa nyaman. Walaupun tempat yang ia tuju bukanlah tempat yang seharusnya ia berada. Tapi. Tapi sesak ini begitu nyata. Aku benar-benar menyukainya dan aku benar-benar ingin memilikinya. Aku ingin merasakan jemarinya mengenggam jemari ku erat. Aku ingin merasakan bahunya bisa menjadi tempat ku bersandar dikala beban yang ku punya sudah terlalu berat. Aku ingin mempunyai rumah, dimana ia akan menjadi tempat pertama kali yang ku tuju untuk pulang. Ya, aku ingin pulang di rumahnya. Aku ingin pulang dihatinya. Aku ingin mencintainya dengan sempurna. Atau mungkin ada pilihan lain ?
Ada. Menyimpan nya dan tidak memaksa untuk memilikinya. Bukankah sebagian besar manusia di dunia ini memiliki cinta yang bertepuk sebelah tangan ? Cinta yang hanya bisa ia perhatikan dari kejauhan. Cinta yang hanya bisa ia mimpikan di setiap malamnya menutup mata. Cinta yang hanya bisa ia rasakan kerinduannya merasuk dalam sukma yang paling dalam dikala ia membuka mata dan mendapati ia masih terperangkap dalam cinta yang sama.
Aku akan melakukannya. Aku akan menyimpannya rapat-rapat jauh dalam lubuk hati ku, lalu menguncinya dan membuang kuncinya ke laut. Semoga saja kunci itu dimakan oleh ikan paus yang ada di laut sana. Sehingga aku tidak perlu susah-susah mencari kunci lain untuk membuka hati ku kembali. Dan aku akan tetap seperti ini. Aku akan tetap menyukainya.
Langit senja dengan kilauan keemasannya mengiringi mobil ku melaju di lengangnya jalan sore ini.
Aku menyukaimu dan akan selamanya seperti itu.
- Now that I've lost you it kills me to say
I've tried to hold on as you've slowly slipped away
I'm losing the fight, I've treated you so wrong now let me make it right -
(Almost easy - Avenged Sevenfold)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar