Dulu dia datang tanpa diminta, dia ada tanpa disadari, dia yang bukan siapa-siapa. Sosok cuek nan acuh. Lewat perkenalan yang singkat dia memintaku menjadi kekasihnya. Oh tentu jawabanku tidak. Lantas aku bertanya, "siapa kamu?", "Aku belum mengenal kamu, lalu bagaimana aku bisa mempercayakan hatiku kepadamu?", pertanyaan seperti itu menjadi jawaban pertanyaan yang diutarakannya. Dengan jawaban seperti itu lantas apakah dia lalu beranjak pergi ? Tidak. Dia masih disitu, berusaha menarik hatiku, berusaha mengambil rasa percayaku, dan menebar rasa nyaman pada hatiku.
Aku tidak bisa mengelak, perlahan akupun luluh. Namun tidak sepenuhnya, aku belum bisa menaruh percaya sepenuhnya untuknya. Dulu aku pernah percaya, namun dikecewakan. Rasanya begitu sakit. Aku tidak sanggup jika harus menahan sakit yang sama karena terlalu percaya begitu saja kepada seseorang, terlebih lagi mempercayakan hatiku untuknya. Aku tidak mau. Aku hanya mengucapkan 'iya' dan kamipun membangun sebuah hubungan yang indah. Ya, indah. Dia begitu indah. Dia datang membawa damai. Dia menata hatiku dengan cara yang aku tidak tau. Hatiku yang tak berbentuk karena masa lalu, perlahan ditatanya kembali.
Dia yang selalu sabar menghadapi sifat kekanakanku, dia yang mengalah melawan egoku, rasa cemburu, curiga yang selalu aku arahkan padanya, dia tanggapi dengan sabar. Maklum, aku masih belum bisa menaruh percaya seutuhnya padanya. Aku tidak bisa. Tapi dia menerima. Hal-hal kecil yang dia lakukan, mampu menerbangkan hatiku ke awan. Dengan sifatnya yang cuek, tapi dia sangat memperhatikanku.
Aku semakin nyaman. Menemukan rumah yang selama ini kamu cari, rumah yang begitu pas denganmu. Rumah yang selalu memaksamu untuk pulang. Aku menemukan rumahku. Hatimu tempatnya.
Saat ini aku sedang berjuang. Ada yang bilang, cinta adalah tetap bertahan ketika yang satu merasa tersakiti. Hubungan yang hampir satu tahun ini sedang berada pada masanya, masa dimana angin berhembus begitu kencang namun aku tidak akan pernah membiarkannya untuk roboh. Sesakit apapun itu, aku akan bertahan. Rasa jenuhku mungkin ada, tapi sayangnya rasa cinta terlalu kuat menjadi tandingannya.
Dulu aku pernah bertanya, "Kalau kita udah lama terus bosen, gimana ya?"
Dia menjawab dengan tenang, "Kamu, Aku, Kita ingat-ingat aja gimana awalnya kita ketemu, giman kita bisa sampai sekarang ini, gimana dan apa mimpi-mimpi yang pernah kita omongin", jawabnya. Aku tersenyum. Sampai detik ini kata-kata itu masih terngiang, dan saat ini aku sedang mempraktekanya. Ketika yang satu merasa jenuh, aku berusaha tidak melawan dengan kejenuhan yang sama, jika tidak ingin semuanya bubar.
Aku berusaha meredam, amarah, emosi, segalanya yang semakin memperburuk keadaan sedang ku telan bulat-bulat. Dibalik sikapnya saat ini yang tidak lagi menanyaiku 'sedang apa', 'sudah makan atau belum', lagi dimana', dan mengucapkan kalimat 'aku kangen kamu', 'aku sayang kamu', yang mungkin baginya tidak terlalu penting tetapi bagiku begitu penting, aku yakin dia menyayangiku. Buktinya, dititik terjenuhnya saat ini dia masih bersamaku, dia tidak berusaha pergi terlebih dahulu dariku. Entah apakah semua itu menjadi caranya agar aku yang pergi terlebih dahulu darinya, tapi selagi aku masih bisa bertahan, aku tidak akan pergi.
Dalam setiap hubungan apapun itu, rasa jenuh pasti akan dirasakan. Namun hal itu tidak lantas menjadi pertanda untuk mengakhiri sebuah hubungan. Justru dengan itu kita dituntut dewasa untuk menyikapinya. Jujur, jika bicara tentang kelelahan, aku sangat lelah. Aku seakan berjuang sendirian, berjalan sendirian, tanpa ada yang menopang. Ketika aku melihatmu, aku kembali kuat, namun ada kalanya aku kembali lelah dan ingin pergi saja. Tapi aku belum memiliki keberanian untuk itu. Aku akan memperjuangkan kita, sampai pada waktunya tiba apapun hasilnya kelak. Setidaknya aku tidak kecewa, karena dulu, saat ini aku telah berjuang sebegini kuatnya.
Untuk seseorang yang kusayangi, aku merindukanmu. Dengan tulisan ini, setiap kata demi kata yang ku tuliskan terselip kepingan rindu yang beralasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar