-Ketika kamu merasa nyaman berada didekat seseorang, kamu telah menemukan rumahmu, dan berdiam dirilah disana-
Pagi ini matahari bersinar cerah, cerah sekali seakan bisa mewakili perasaan hatiku yang entah kenapa semenjak kehadirannya tidak pernah berhenti memedarkan cahaya terang. Seusai turun dari angkutan umum dan membayar pak supir dengan dua lembar uang seribuan aku bergegas melangkahkan kaki memasuki area sekolah ku. Sejak kehadirannya bibir ini seakan tak pernah lelah menyunggingkan senyum termanisnya. Sejenak aku merapikan rambut panjang yang telah ku ikat ekor kuda sedemikian manisnya sebelum aku memasuki ruang kelas, bersiap menatap sepasang bola mata hitam itu dengan senyuman paling teduh yang belum pernah aku temui sebelumnya.
"Alika !", sapanya sambil menyuguhkan senyuman itu, senyuman terindah yang membuat ku meleleh setiap kali aku menikmati keindahan senyuman itu.
"Hai Den ! ", balas ku dengan menghadirkan senyuman terbaik yang ku punya dan memamerkan deretan gigi yang tersusun rapi. Aku menuju kursi ku yang terletak agak jauh dari tempat dia berada. Tuhan, sepagi ini Kau sudah memberiku kado terindah, syukurku.
Aku merasa ada seseorang yang menghampiri ku, dan benar saja, dia langsung duduk manis di bangku sebelahku yang masih kosong, iya dia, Dendri, menghampiriku.
"Kenapa ?", tanyaku setenang mungkin, mencoba tak meluapkan perasaan bahagia ini secara berlebihan.
"Lo udah belum ngerjain PR fisika kita ?", tanyanya. Aku tak menjawab. Untuk sepersekian detik lamanya aku hanya bisa terpaku menatap sorot tajam matanya terhadapku. Bola mata hitam itu begitu jernih, tampak kenyamanan didalamnya yang selalu bisa aku rasakan ketika menatap si pemiliki bola mata itu. Aku menelusuri wajahnya yang dibingkai kacamata hitam yang bertengger kokoh di atas hidungnya yang mancung, berbanding terbalik sekali dengan hidungku yang tampak, pesek. Senyum itu, senyum itu selalu saja membuatku tak bisa berkata-kata, bahkan hanya untuk membalas senyumannya saja aku pun tak mampu. Pesona nya benar-benar mengambil alih seluruh sistem syaraf yang bekerja memerintah otak ku.
"Udah ", jawabku sekenanya sambil mengeluarkan buku PR fisika yang semalam aku berusaha mati-matian mengerjakannya.
Dan aku pun terlibat dalam diskusi yang sangat seru dengan nya. Aku selalu suka saat-saat seperti ini, saat dia menjelaskan pelajaran yang aku tak mengerti, saat dia mengangguk lucu ketika aku pun menerangkan pelajaran yang tak ia mengerti, saat aku bersikeras dengan jawaban yang aku punya dan dia juga tak mau kalah dengan jawaban yang berhasil dia temukan, dan saat kami tertawa ketika jawaban yang kami punya sama-sama salah. Aku menikmati setiap detik diskusi ini. Walaupun hanya ada pembahasan mengenai termodinamika, listrik statis, listrik dinamis, loop, dan keluarga fisika lainnya, aku sangat menyukai ini. Tak ada jarak yang aku rasakan, aku bisa menghirup aroma shampo yang masih melekat pada rambutnya yang hitam pendek, menikmati segarnya aroma parfum yang memanjakan hidungku ketika dia mendekat padaku. Aku ingin tetap mendengar tawa renyahnya ketika sedang melontarkan lelucon-lelucon kecil di sela-sela diskusi. Caranya berbicara, caranya tersenyum, caranya membetulkan letak gagang kacamatanya, dan semua caranya mengambil seluruh hatiku dan menjatuhkanku pada hatinya, mendapatkan 100 soal fisika pun rasanya tak masalah bagiku jika harus mengerjakan bersamanya.
"Hahaa ", sisa tawanya masih terdengar di akhir diskusi kami, saat itu aku melontarkan celetukan yang aku pun tak menyangka akan mendapatkan reaksi seperti itu dari nya. "Lo itu humoris banget deh Lik ", ucapnya.
"Humoris darimana ?", tanya ku bingung, tak mengerti.
Dia kembali tertawa. "Nah itu, muka lo yang kayak gitu tuh yang terbayang-bayang terus di pikiran gue". Aku terpaku mendengar ucapannya.
"Muka bloon lo itu Lik ! ", tambahnya sambil mengacak-acak rambutku dan berlari kembali menuju bangkunya.
"Sialan lo Den !", rutuk ku dengan tawa kecil mendengar ejekan nya terhadapku. Aku membereskan buku-buku yang berserakan di meja, dan menemukan secarik kertas bertuliskan A dan lambang love diatasnya. Aku merasa tak pernah menuliskan ini sebelumnya. Setelah ku perhatikan, kertas itu adalah kertas bekas coret-coretan yang tadi ku pakai untuk menuliskan rumus-rumus fisika, dan aku mengenali tulisan itu.
Aku berbalik menatap ke arah bangku yang terletak agak jauh dari tempat ku berada. Dia tampak tersenyum manis ke arahku . Sungguh aku tak bisa mendeskripsikan perasaan ini dengan kata-kata.
Aku sangat merasa nyaman jika sedang bersamanya, dan aku ingin terus bersamanya setiap saat. Aku ingin memilikinya, aku ingin terus bersamanya walaupun aku disuguhi 100 soal fisika sekalipun. Aku mencintainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar