Label

Minggu, 28 Februari 2016

Best Planner is God

"Aku bahkan lupa, detik ini kita berbeda. Karena rasanya cinta sudah cukup kuat untuk membuat kita tersenyum setiap hari. Alasan yang aku anggap cukup kuat untuk kita perjuangkan"

Kara tertegun, menemukan foto dirinya bersama Sakti adalah hal terakhir yang ingin ia lakukan. Ia menarik nafas panjang, ingatannya kembali ke masa itu, masa dimana hatinya luluh lantak karena harus berpisah dari lelaki yang sangat ia sayangi.



Setahun sudah Kara berpisah dengan Sakti. Ketika ia harus mengalah dari hubuungan yang sudah berjalan selama satu tahun itu, rasanya begitu sakit. Dunia Kara seakan runtuh. Waktu satu tahun ia gunakan untuk melupakan Sakti, namun bayang-bayang Sakti dan kenangan yang pernah mereka jalani dulu begitu kuat hadir dalam ingatan Kara. Kara sudah mencoba banyak cara untuk melupakan Sakti, termasuk berusaha dekat dan menjalin hubungan dengan lelaki lain. Percuma, hal itu percuma ia lakukan karena hubungan yang berusaha ia jalin juga tidak bertahan lama, kembali hati Kara terpaut kepada Sakti.

Kara menatap mata lelaki yang ada di foto itu, sedang merangkul mesra perempuan disebelahnya, Kara ingat ketika itu mereka sedang menghadiri sala satu event kampus mereka. Sudah berbulan-bulan Kara tidak pernah bertemu Sakti walaupun mereka berada dalam satu kampus. Terakhir mereka bertemu, keadaan begitu canggung. Dua orang yang dulu pernah saling mencinta, ketika tiba saatnya bisa menjadi dua orang yang tidak pernah kenal sama sekali. Sekarang Kara mengalami itu. Ia hanya bisa berlalu, menatap Sakti yang kala itupun berlalu darinya.

Air mata menetes perlahan di pipi Kara, yang tidak pernah ia lupa, tiga hari lagi ialah hari ulang tahun Sakti. Ia sangat ingin berada di samping lelaki itu ketika ia merayakan hari dimana Sakti bertambah umur, mendoakan Sakti, dan mengucapkan terimakasih kepada ibu Sakti karena telah melahirkan dan membesarkan Sakti seperti yang Kara lihat saat ini, sehingga sampai pada dimana waktu mempertemukan mereka. Kara sangat bersyukur. Ia tersenyum.

Hatinya kembali bergetar ketika mengingat bagaimana perasaannya terhadap sosok Sakti. Sakti menjadi titik baliknya untuk berhenti bermain-main dalam menjalin sebuah hubungan. Menemukan Sakti seperti menemukan sebuah rumah peristirahatan yang paling nyaman. Bersama Sakti, Kara mulai berpikir untuk serius menata hidup, membina sebuah hubungan sehingga kelak, tujuan akhir mereka sama yaitu bersama-sama sampai maut memisahkan. Karena Sakti, menjadi pelabuhan terakhir Kara. Ia sudah lelah berlayar. Ia hanya ingin bersandar, menikmati hidup bersama lelaki yang sangat ia cintai itu.

Ya. Begitu dalam perasaan Kara kepada Sakti. 

Kara begitu menyayangi Sakti. Kara mencintai sosok lelaki itu. Mungkin, yang selama ini Sakti tidak tau. Kara mencintai segala kelebihan juga kekurangan Sakti. 

Namun, yang Kara tidak tau, mungkin bagi Sakti, mencintai kelebihan dan kekurangannya itu belum cukup. Ada hal lain yang tidak dimiliki Kara, yang pada akhirnya membuat Sakti mengambil keputusan ingin berpisah dari perempuan itu. Kara sadar, sikapnya, sifatnya, yang ia tunjukkan kepada Sakti selama ini memiliki banyak kekurangan, dan hal itu yang membuat hatinya kuat, bahwa Sakti akan lebih bahagia, jika tanpa dirinya. 

Karena mungkin saja, bersama Kara, ia tidak bisa bebas melakukan hal yang ia suka. Bersama Kara, ia tidak bisa bebas berteman dengan orang-orang yang ia inginkan hadir dalam hidupnya. Bersama Kara membuatnya terkekang. Bersama Kara, ia melakukan kesalahan demi kesalahan yang tidak seharusnya dilakukan. Kara, tidak begitu baik untuk Sakti. Kara, bukan orang yang tepat untuk mendampinginya di masa tuanya kelak, walaupun Kara punya cinta yang begitu tulus untuk Sakti. Dan Kara, bukan sesosok perempuan impian yang selayaknya sering di mimpikan Sakti untuk hadir dalam hidupnya. Iya, bukan Kara. Bukan Kara orangnya.Iya, 

Berbagai kemungkinan itu terus hadir dibenak Kara, karena selama ini Kara selalu bertanya-tanya kenapa ketika mereka bertemu, seakan jarak membentang diantara mereka. Seakan masih ada yang belum terselesaikan disana. Seperti perasaan Kara, yang belum benar-benar selesai untuk Sakti

Semakin deras air mata mengalir di pipi Kara. Dadanya semakin terasa sesak.
"Ini salahku Sakti. Akhirnya, kesalahan itu memang adanya ditanganku. Kamu bahagia. Aku bahagia"

Kalimat itu yang selama ini membuat Kara bertahan. Bahkan ketika dalam satu sisi, Sakti telah menyakitinya, ia masih berpikir, semua itu adalah kesalahannya. Entah terbuat dari apa hati perempuan itu. Begitu rapuh, tapi kuat, demi satu hal, melihat seseorang yang begitu ia sayangi, menemukan kebahagiaan yang ia cari.

Seiring berjalannya waktu, ia sadar, sebagai manusia, sebaik-baiknya ia berencana, tetap Allah adalah pembuat rencana terbaik. Rencana darinya sungguhlah indah, hanya memerlukan waktu dan hati yang lapang untuk menerimanya. 

Bertemu Sakti, mencintai Sakti, bahkan ketika sampai pada detik dimana ia harus berpisah dari Sakti, hal itu merupakan rencana terindah dari Allah yang telah diberikan kepada hidupnya, yang harus ia syukuri apapun itu. 

Berpisah dari Sakti, tidak lantas membuat Kara ingin kembali mencari. Ia terhenti. Bukan karena ia tidak bisa merelakan Sakti. Sungguh dari hati Kara yang paling dalam, ia sudah melepaskan Sakti dari genggamannya, ia sudah merelakan Sakti kembali melakukan pencarian dalam hidupnya untuk menemukan kebahagiaannya. Entahlah, Kara hanya ingin berhenti. Ia percaya, kelak akan ada seseorang yang menemukannya ditempat perhentiannya saat ini. 








2 komentar:

  1. ((Kelak akan ada seorang yg menemukannya di tempat perhentiannya saat ini))

    Kapan? Kelak... Hehe.

    Ikut KF aja, mbak. Cek twitter @kampusfiksi. (saya juga sering ikut tantangan lomba nulis cerpen di sono)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah makasih infonya mas, ntar deh dicoba stalking twitternya kampus fiksi hehe

      Hapus