Label

Minggu, 26 Juni 2016

a love letter for you

Terimakasih..
Terimakasih untuk malam ini..
Terimakasih untuk senyum, canda, dan tawa yang kamu berikan...


Aku masih memiliki harapan yang sama sejak pertama kita berjumpa, bahkan hingga detik ini, detik terakhir ketika aku melihatmu hari ini, rasanya masih sama..

Entah pada detik keberapa Tuhan akan mengabulkan keinginanku. Entah pada hari keberapa kita akan benar-benar bersama. Ataukah pada hari-hari selanjutnya kita akan tetap seperti ini. Aku akan tetam menjadi aku yang mengarapkanmu selalu dalam doaku, dan kamu tetap menjadi kamu yang bahkan aku tidak tau bagaimana sebenarnya hati yang kamu miliki untuk doa-doa yang sering aku panjatkan kepada Tuhan.

Tapi tidak, kali ini aku tidak akan mengikatmu dalam otakku. Aku akan melepaskanmu. Sungguh berlama-lama mengharapkan hal yang masih menjadi abu-abu, kedepannya sangat tidak baik untukku. Aku ingin menunggu, tapi manusia memiliki batas sampai kapan ia harus menunggu, tidak selamanya.

Aku akan mulai menyadari, bahwa kita hanya akan tetap menjadi kita seperti sekarang ini. Bahkan pada pertemuan kita yang kedua ini, keadaan tidak akan mengubah dan membuat kita bersama, ataukah belum ? 

Ya, mungkin belum. Kamu hanya belum saja. Kamu belum menemukan 'hati' yang kamu cari pada diriku, sekuat aku berusaha menyediakan tempat yang nyaman untukmu. Pintu tidak bisa dibuka, jika ia tidak memiliki kunci yang pas.

Begitu juga hatimu. Entah pada detik keberapa aku akan kamu izinkan menengok sedikit saja ruang pada hatimu, untuk sekedar aku bersihkan dari sisa-sisa masa lalu yang suatu waktu bisa menyakitimu.

Aku tidak mengharapkan apa-apa sayang, dirimupun tidak.

Aku hanya mengharapkan Tuhan akan selalu menjagamu, mengiringi setiap langkahmu, dan meringankan setiap penat yang kamu rasakan ketika hal itu mulai menjalari tubuhmu.
Jika aku memiliki hati seluas samudera, akupun akan mengharapkan, akan ada tempat yang kamu temui, tempat yang ketika kamu berada didalamnya, kamu merasa nyaman, yang kelak akan kamu sebut ia sebagai 'rumahmu' dan seluruh hatinya milikmu.

Walaupun pada akhirnya nanti, aku tidak ditakdirkan Tuhan menjadi rumah-pemilik-hatimu itu.

Jika menerima segala yang hatimu miliki saja tidak cukup kuat untuk menjadi alasan kamu mengizinkanku menjadi tuan rumahmu, don't ask me why. I love you. Just accept the fact that I do.


With love,




Tidak ada komentar:

Posting Komentar