Kekecewaan
dalam hati Rara begitu dalam. Ia masih ingat betapa hatinya hancur mendengar
keputusan yang memang sudah bisa ia ramalkan sebelumnya. Matanya tertuju pada
satu bingkai foto cantik yang masih ia letakan di atas meja. Matanya memanas,
hatinya masih berdebar melihat senyum manis lelaki itu, Indra.
Perlahan
ia berjalan menuju meja, meraih bingkai foto itu. Ia ingat, bingkai foto beserta foto
didalamnya itu adalah hadiah ulang tahun yang diberikan Indra kepada Rara,
tepat diumurnya yang ke-20. Masih jelas diingatan Rara, kala itu Indra bersama
sahabatnya memberikan ia kejutan, mengajaknya makan di suatu tempat, Indra
datang menyamar menjadi pengamen dan menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun
untuknya, walaupun ketika itu belum memasuki waktu ulang tahun Rara. Indra
melakukannya karena saat hari ulang tahun Rara, ia harus melakukan pendakian
bersama teman-temannya. Rara tersenyum simpul, betapa manis perlakuan Indra
padanya. Tanpa ia sadari sudut matanya tergenang oleh kristal-kristal bening
bernama air mata.
Rara
meraih handphone miliknya, handphone blackberry miliknya. Jarinya menari cepat
di atas keypad handphone tersebut.
“Indra.
Kamu lagi ngapain ? Lama ya gak nanyain ini ke kamu. Kamu tau ? Selama ini
setiap liat nama kamu muncul di recent update BBM aku, mati-matian aku nahan
diri biar ga chat kamu, nanya kamu lagi apa, udah makan atau belum. Gimana
keadaan kamu sekarang ? Kamu jangan lupa sholat J” (3/20/2015)
Rara
menutup chat BBM-nya bersama Indra. Ia tertawa, merasa bodoh dengan apa yang ia
lakukan. Selama ini, ia masih menceritakan bagaimana hari-harinya kepada Indra.
Ia mengirimkannya melalui pesan akun BBM miliknya yang sudah tidak terpakai
lagi, dan disitu masih tersisa kenangannya bersama Indra.
Pernah
satu malam, ketika Rara begitu sangat merindukan Indra, namun ia tidak pernah
mau lagi menganggu Indra dengan cara apapun. Ia telah berjanji untuk tidak lagi
hadir dalam kehidupan Indra, karena ia tau, ada sesuatu hal yang memang tidak
bisa dipaksakan. Demi meredam kerinduan itu, Rara kembali mengirimkan pesan
kepada Indra.
“Hey,
I miss you so much. Kita ke KFC yuk ! Beli makanan kesukaan aku, beli es krim
kesukaan aku. Kamu boleh deh habisin semua kacang yang ada di es krim aku, asal
kamu mau nemenin aku makan es krim bareng.” (2/10/2015)
Bahkan
ketika itu, Rara benar-benar pergi ke KFC dan memesan dua potong es krim,
dengan ending es krim yang satunya
meleleh karena pemiliknya tak akan kunjung datang.
Rara
kembali membaca pesan-pesan yang ia kirimkan kepada Indra, air matanya kembali
jatuh membaca pesan itu.
“Kamu
tau ? Pura-pura itu nyakitin banget ternyata ya, bahkan ketika kita bertemu,
canggung rasanya. Aku kayak gak kenal kamu, kamu kayak gak kenal aku. Padahal
dulu kita biasa ngobrol sampai jam 3 pagi via obrolan line, haha don’t you
remember that ? Kita kenapa ? Emang harus ya akhirnya seperti ini? Aku gak
pernah nyangka akhir kita bakalan seperti ini. Melihat kamu, dengar suara kamu,
rasanya ada yang sakit aja. Segini dalamnya ya aku terluka ? Kamu harus nyobain
ini suatu saat nanti Ndra”
Pesan-pesan
yang Rara kirimkan itu tidak akan pernah sampai kepada Indra. Pesan itu hanya
ia tujukan pada bayangan Indra yang masih hadir dipikirannya. Ia melakukan itu
hanya demi melegakan hatinya, ketika ia merasakan rindu, ketika ia memerlukan
tempat untuk berbagi, karena kepada Indra, ia bisa menceritakan semuanya dengan
nyaman. Kini, tempatnya bersandar itu hanya menyisakan kenangan, yang Rara tak
akan pernah tau wujudnya seperti apa.
Rara
kembali mengetikkan sesuatu.
“Ndra,
rasanya pengen banget meluk kamu, denger suara kamu buat nenangin aku,
ngilangin rasa capek aku sama semuanya, jenuh aku sama semuanya. Kalau
diizinkan satu kali aja aku ketemu kamu, aku pengen peluk kamu, aku pengen
nangis, aku pengen cerita gimana aku berusaha kuat selama ini tanpa kamu, aku
pengen bilang ‘cukup, aku udah gak bisa lagi’ dan berharap kamu kembali
peluk aku dan bilang gak akan pergi lagi ninggalin aku”
Rara
terisak, air matanya mengalir semakin deras. Saat ini, ia tidak menginginkan
apapun, menginginkan Indra pun tidak. Hanya satu yang ia inginkan dan selalu ia
doakan, kebahagiaan lelaki itu. Karna hanya dengan meyakinkan diri bahwa Indra
bahagia, Rara merasa ia akan baik-baik saja.
Keren kak ceritanya :)
BalasHapusSedih bnaget jadi Rara, hiks :(
Ini mah cerita km fit
BalasHapus