Label

Kamis, 16 April 2015

Angan



Kekecewaan dalam hati Rara begitu dalam. Ia masih ingat betapa hatinya hancur mendengar keputusan yang memang sudah bisa ia ramalkan sebelumnya. Matanya tertuju pada satu bingkai foto cantik yang masih ia letakan di atas meja. Matanya memanas, hatinya masih berdebar melihat senyum manis lelaki itu, Indra.

Perlahan ia berjalan menuju meja, meraih bingkai foto itu.  Ia ingat, bingkai foto beserta foto didalamnya itu adalah hadiah ulang tahun yang diberikan Indra kepada Rara, tepat diumurnya yang ke-20. Masih jelas diingatan Rara, kala itu Indra bersama sahabatnya memberikan ia kejutan, mengajaknya makan di suatu tempat, Indra datang menyamar menjadi pengamen dan menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun untuknya, walaupun ketika itu belum memasuki waktu ulang tahun Rara. Indra melakukannya karena saat hari ulang tahun Rara, ia harus melakukan pendakian bersama teman-temannya. Rara tersenyum simpul, betapa manis perlakuan Indra padanya. Tanpa ia sadari sudut matanya tergenang oleh kristal-kristal bening bernama air mata.

Rara meraih handphone miliknya, handphone blackberry miliknya. Jarinya menari cepat di atas keypad handphone tersebut.

“Indra. Kamu lagi ngapain ? Lama ya gak nanyain ini ke kamu. Kamu tau ? Selama ini setiap liat nama kamu muncul di recent update BBM aku, mati-matian aku nahan diri biar ga chat kamu, nanya kamu lagi apa, udah makan atau belum. Gimana keadaan kamu sekarang ? Kamu jangan lupa sholat J” (3/20/2015)

Rara menutup chat BBM-nya bersama Indra. Ia tertawa, merasa bodoh dengan apa yang ia lakukan. Selama ini, ia masih menceritakan bagaimana hari-harinya kepada Indra. Ia mengirimkannya melalui pesan akun BBM miliknya yang sudah tidak terpakai lagi, dan disitu masih tersisa kenangannya bersama Indra. 

Pernah satu malam, ketika Rara begitu sangat merindukan Indra, namun ia tidak pernah mau lagi menganggu Indra dengan cara apapun. Ia telah berjanji untuk tidak lagi hadir dalam kehidupan Indra, karena ia tau, ada sesuatu hal yang memang tidak bisa dipaksakan. Demi meredam kerinduan itu, Rara kembali mengirimkan pesan kepada Indra.

“Hey, I miss you so much. Kita ke KFC yuk ! Beli makanan kesukaan aku, beli es krim kesukaan aku. Kamu boleh deh habisin semua kacang yang ada di es krim aku, asal kamu mau nemenin aku makan es krim bareng.” (2/10/2015)

Bahkan ketika itu, Rara benar-benar pergi ke KFC dan memesan dua potong es krim, dengan ending es krim yang satunya meleleh karena pemiliknya tak akan kunjung datang.

Rara kembali membaca pesan-pesan yang ia kirimkan kepada Indra, air matanya kembali jatuh membaca pesan itu.

“Kamu tau ? Pura-pura itu nyakitin banget ternyata ya, bahkan ketika kita bertemu, canggung rasanya. Aku kayak gak kenal kamu, kamu kayak gak kenal aku. Padahal dulu kita biasa ngobrol sampai jam 3 pagi via obrolan line, haha don’t you remember that ? Kita kenapa ? Emang harus ya akhirnya seperti ini? Aku gak pernah nyangka akhir kita bakalan seperti ini. Melihat kamu, dengar suara kamu, rasanya ada yang sakit aja. Segini dalamnya ya aku terluka ? Kamu harus nyobain ini suatu saat nanti Ndra”

Pesan-pesan yang Rara kirimkan itu tidak akan pernah sampai kepada Indra. Pesan itu hanya ia tujukan pada bayangan Indra yang masih hadir dipikirannya. Ia melakukan itu hanya demi melegakan hatinya, ketika ia merasakan rindu, ketika ia memerlukan tempat untuk berbagi, karena kepada Indra, ia bisa menceritakan semuanya dengan nyaman. Kini, tempatnya bersandar itu hanya menyisakan kenangan, yang Rara tak akan pernah tau wujudnya seperti apa.
Rara kembali mengetikkan sesuatu.

“Ndra, rasanya pengen banget meluk kamu, denger suara kamu buat nenangin aku, ngilangin rasa capek aku sama semuanya, jenuh aku sama semuanya. Kalau diizinkan satu kali aja aku ketemu kamu, aku pengen peluk kamu, aku pengen nangis, aku pengen cerita gimana aku berusaha kuat selama ini tanpa kamu, aku pengen bilang ‘cukup, aku udah gak bisa lagi’ dan berharap kamu kembali peluk aku dan bilang gak akan pergi lagi ninggalin aku”

Rara terisak, air matanya mengalir semakin deras. Saat ini, ia tidak menginginkan apapun, menginginkan Indra pun tidak. Hanya satu yang ia inginkan dan selalu ia doakan, kebahagiaan lelaki itu. Karna hanya dengan meyakinkan diri bahwa Indra bahagia, Rara merasa ia akan baik-baik saja.

2 komentar: